Orangutan Rescue: Penanggulangan dan Pencegahan Konflik Orangutan

Oleh: Nadiatul Aula

 


Artikel Opini – Mahasiswa Fakultas Kehutanan USU (MBKM YOSL-OIC). 

            Konflik antara satwa liar dan manusia tak dapat dielakkan dan sering tejadi. Kebutuhan manusia yang semakin meningkat menyebabkan pembukaan lahan di sekitar hutan seperti pemukiman, perkebunan, perusahaan, dan lain-lain. Hal ini menyebabkan hutan sebagai habitat satwa semakin sempit dan berkurang dan sering menimbulkan konflik yang menimbulkan kerugian baik terhadap manusia maupun terhadap satwa itu sendiri. 

        Pada kasus Orangutan, banyak konflik yang terjadi seperti orangutan masuk ke lahan warga, perkebunan, dan mendekati pemukiman. Penyebab terjadinya hal ini salah satunya disebabkan oleh kurangnya pakan yang tersedia di dalam hutan sehingga mereka harus mencari makan ke luar habitatnya. Kerusakan hutan yang disebabkan oleh manusia merupakan pendukung utama terjadinya konflik yang disebabkan oleh satwa liar.

            Untuk menanggulangi konflik orangutan di luar kawasan konservasi, harus dilakukan tindakan rescue yang merupakan penyelamatan dan pengembalian orangutan kembali ke habitatnya. Orangutan yang masuk ke area perkebunan, desa, pertanian dan kebun buah-buahan, serta dari wilayah hutan yang terdegradasi perlu diselamatkan. Rescue atau penyelamatan juga perlu dilakukan pada situasi yang mengancam keselamatan dan kesejahteraan orangutan. Teknis dan cara penanggulangan konflik orangutan telah tercantum dalam Permenhut No. 48 Tahun 2008 tentang Pedoman Penanggulangan Konflik Antara Manusia dan Satwa Liar. 

            Langkah pertama yang dapat diambil dalam penanggulangan konflik orangutan yaitu pengusiran atau penghalauan. Penghalauan dan penggiringan orangutan masuk kembali ke habitatnya dilakukan apabila lokasi keluarnya orangutan tidak jauh dari habitat aslinya atau kawasan konservasi. Tindakan ini dapat dilakukan dengan menggunakan jenduman atau alat yang mengeluarkan suara seperti meriam tradisional. Namun, apabila tidak memungkinkan, akan dilakukan tindakan evakuasi. 

        Tindakan evakuasi ini merupakan langkah terakhir yang dilakukan karena mempunyai resiko yang cukup rentan. Evakuasi dilakukan pada orangutan yang terisolir dan terancam keselamatannya. Orangutan yang dievakuasi nantinya akan di translokasi ke habitat yang sesuai baik ke hutan konservasi maupun hutan lindung. Apabila mengalami kondisi yang tidak baik, orangutan harus dikarantina terlebih dahulu sebelum ditranslokasi. 

    Kegiatan evakuasi ini dilakukan oleh tim rescue yang sudah terlatih serta memiliki keterampilan luar biasa yang didukung dengan fisik kuat, kelincahan, dan pemahaman yang mumpuni tentang perilaku hewan dan harus mengikuti protokol-protokol yang sudah ditetapkan dengan ketat. Tim rescue idealnya beranggotakan 6 orang yang terdiri atas 1 orang medis, 1 orang Polhut/staff BKSDA, 2 orang sniper, 1 orang teknisi dan 1 orang supir.  Alat-alat yang digunakan dalam kegiatan evakuasi juga harus memadai dan mengikuti ketentuan yang diberlakukan seperti senapan bius, perlengkapan medis, jaring, helm rescue, alat panjat pohon, kandang transport dan lainnya. Persiapan harus dilakukan dengan baik agar kegiatan evakuasi berjalan dengan lancar dan tidak mengancam nyawa orangutan.

            Konflik satwa liar dengan manusia tidak dapat diatasi hanya dengan satu cara, tergantung kondisi dan konteks dari konflik tersebut terjadi. Namun, upaya awal yang dapat dilakukan yaitu dengan cara penyadartahuan dan edukasi terhadap masyarakat, khususnya terhadap masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan hutan. Sosialisasi dan penyuluhan mengenai penanganan awal konflik satwa penting diberikan kepada masyarakat agar mereka mengetahui langkah awal yang diambil dalam mengatasi konflik dengan satwa liar. Edukasi mengenai perlindungan satwa liar juga sepatutnya diberi agar masyarakat tidak melakukan tindakan yang dapat mengancam nyawa satwa liar seperti pembunuhan, penyiksaan, perburuan, perdagangan liar, dan lainnya.

            Upaya lain yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya konflik satwa liar yaitu dengan cara menjaga hutan sebagai habitatnya agar tetap lestari. Pembinaan kepada masyarakat agar tidak melakukan perambahan hutan penting dilakukan. Kegiatan perbaikan hutan seperti restorasi dan pengkayaan jenis pakan satwa juga dapat mendukung upaya pelestarian satwa serta dapat mencegah keluarnya satwa dari habitatnya. Hal ini diharapkan  dapat mengurangi potensi terjadinya konflik satwa liar dengan manusia.

Komentar